Minggu, 09 Februari 2020

Ahad, 9 Pebruari, pk.06.30-07.30, Di Matak Bumi Damai An-Nur, Kartoharjo,Magetan

Dulu majelis taklim Bumi Damai an-Nur ini bertempat di kantor Kecamatan Kartiharjo, namun setelah memiliki tanah wakaf, berpindah ke Pondok Pesantren al-Ikhlash, Kartoharjo Magetan, Materi kali ini : 4 Majelis yah penuh berkah, yakni (1) Majlis Taklim, (2) Majlis Dzikir, (3) Majlis Qur'an, dan (4) Majelis Sholawat

Hasil gambar untuk h. yusron kholid magetan



(1) Keutamaan Majelis Taklim

”Dari Abu Dzar, ia berkata, Rasulullah Saw bersabda, ”Wahai Abu Dzar. Hendaklah engkau pergi, lalu engkau mempelajari satu ayat dari kitab Allah, lebih baik bagimu daripada kamu salat 100 rakaat. Dan hendaklah engkau pergi, lalu engkau mempelajari suatu bab ilmu yang dapat diamalkan ataupun belum dapat diamalkan, adalah lebih baik daripada kamu salat 1.000 rakaat.” (HR Ibnu Majah dengan sanad hasan).

(2) Keutamaan majelis dzikir

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah mempunyai para malaikat yang memiliki keutamaan, mereka selalu berjalan mencari majelis-majelis dzikir. Maka apabila mereka menemukan suatu majelis yang berisi dzikir di dalamnya, mereka lalu duduk bersama mereka, dan mereka saling membentangkan sayap-sayap mereka sehingga memenuhi langit dunia. Apabila majelis itu bubar, mereka naik ke langit, lalu Allah bertanya kepada mereka—sedangkan Allah Maha Mengetahui–, ‘Dari mana kalian?’ Mereka menjawab, ‘Kami datang dari hamba-hamba-Mu di bumi. Mereka bertasbih, bertakbir, bertahlil, bertahmid, dan meminta kepada-Mu.’ Allah berkata, ‘Apa yang mereka minta dari-Ku?’ Mereka menjawab, ‘Mereka meminta surga-Mu.’ Allah berkata, ‘Apakah mereka melihat surga-Ku?’ Mereka menjawab, ‘Tidak, wahai Rabbku.’ Allah berkata, ‘Maka bagaimana seandainya mereka melihat surga-Ku?’

Mereka berkata, ‘Mereka juga meminta perlindungan kepada-Mu.’ Allah berkata, ‘Dari apa mereka meminta perlindungan kepada-Ku?’ Mereka menjawab, ‘Dari neraka-Mu, wahai Rabbku.’ Allah berkata, ‘Apakah mereka melihat neraka-Ku?’ Mereka menjawab, ‘Tidak, wahai Rabbku.’ Allah berkata, ‘Maka bagaimana seandainya mereka melihat neraka-Ku?’

Mereka berkata, ‘Mereka juga meminta ampunan kepada-Mu.’ Allah berkata, ‘Aku telah mengampuni mereka. Aku beri kepada mereka apa yang mereka minta dan Aku beri mereka perlindungan dari apa yang mereka mintai perlindungan kepada-Ku.’

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Kemudian para malaikat itu berkata, ‘Wahai Rabbku, di kalangan mereka ada seorang hamba yang banyak sekali kesalahannya. Ia hanya melewati saja lalu ikut duduk bersama mereka.’ Lalu Allah pun berkata, ‘Aku pun mengampuninya, mereka adalah satu kaum yang tidak akan sengsara orang yang duduk bersama mereka.’ (HR. Muslim)


(3)Keutamaan majlis al-Qur’an


Dari Sa’id bin Sulaim ra, Rasulullah SAW bersabda, “Tiada penolong yang lebih utama derajatnya di sisi Allah pada hari Kiamat daripada Al-Qur’an. Bukan nabi, bukan malaikat dan bukan pula yang lainnya.” (Abdul Malik bin Habib-Syarah Ihya).

Bazzar meriwayatkan dalam kitab La’aali Masnunah bahwa jika seseorang meninggal dunia, ketika orang-orang sibuk dengan kain kafan dan persiapan pengebumian di rumahnya, tiba-tiba seseorang yang sangat tampan berdiri di kepala mayat. Ketika kain kafan mulai dipakaikan, dia berada di antara dada dan kain kafan.

Setelah dikuburkan dan orang-orang mulai meninggalkannya, datanglah dua malaikat. Yaitu Malaikat Munkar dan Nakir yang berusaha memisahkan orang tampan itu dari mayat agar memudahkan tanya jawab.

Tetapi si tampan itu berkata,” Ia adalah sahabat karibku. Dalam keadaan bagaimanapun aku tidak akan meninggalkannya. Jika kalian ditugaskan untuk bertanya kepadanya, lakukanlah pekerjaan kalian. Aku tidak akan berpisah dari orang ini sehingga ia dimasukkan ke dalam syurga.”

Lalu ia berpaling kepada sahabatnya dan berkata,”Aku adalah Alquran yang terkadang kamu baca dengan suara keras dan terkadang dengan suara perlahan. Jangan khawatir setelah menghadapi pertanyaan Munkar dan Nakir ini, engkau tidak akan mengalami kesulitan.”

Setelah para malaikat itu selesai memberi pertanyaan, ia menghamparkan tempat tidur dan permadani sutera yang penuh dengan kasturi dari Mala’il A’la. (Himpunan Fadhilah Amal : 609)

(4) Keutamaan Majelis dan Sholawat


Banyak sekali hadits yang menjelaskan keutamaan membaca shalawat kepada Nabi.

Diantaranya:


مَنْ صَلَّى عَلَيَّ فِي كِتَابٍ لَمْ تَزَلِ الْمَلَائِكَةُ تَسْنَغْفِرُ لَهُ مَا دَامَ اسْمِي فِي ذَلِكَ الْكِتَابِ


Barangsiapa berdoa (menulis) shalawat kepadaku dalam sebuah buku maka para malaikat selalu memohonkan ampun kepada Allah pada orang itu selama namaku masih tertulis dalam buku itu.

مَنْ سَرَّهُ أنْ يُلْقِى اللهَ وَهُوَ عَلَيْهِ رَاضٍ فَلْيُكْثِرْ مِنَ الصَّلَاةِ عَلَيَّ

Barangsiapa yang ingin merasa bahagia ketika berjumpa dengan Allah dan Allah ridlo kepadanya, maka hendaknya ia banyak membaca shalawat kepadaku (Nabi).

مَا أكْثَرَ مِنَ الصَّلَاةِ عَلَيَّ فِيْ حَيَاتِهِ أَمَرَ اللهُ جَمِيْعَ مَخْلُوْقَاتِهِ أنْ يَسْتَغْقِرُوا لَهُ بَعْدَ مَوْتِهِ

Barangsipa membaca shalawat kepadaku di waktu hidupnya maka Allah memerintahkan semua makhluk-Nya memohonkan maaf kepadanya setelah wafatnya.

مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ ثُمَّ تَقًرَّقُوْا مِنْ غَيْرِ ذِكْرِ اللهِ وَصَلَاةٍ عَلَى النَّبِيِّ إلَّا قَامُوْا عَنْ أنْتَنَ مِنْ حِيْفَةٍ

Mereka yang berkumpul (di suatu majlis) lalu berpisah dengan tanpa dzikir kepada Allah dan membaca shalawat kepada nabi, maka mereka seperti membawa sesuatu yang lebih buruk dari bangkai.

Para ulama sepakat (ittifaq) diperbolehkannya menambahkan lafadz 'sayyidina' yang artinya tuan kita, sebelum lafadz Muhammad. Namun mengenai yang lebih afdhol antara menambahkan lafadz sayyidina dan tidak menambahkannya para ulama berbeda pendapat. Syeikh Ibrahim Al-Bajuri dan Syeik Ibnu Abdis Salam lebih memilih bahwa menambahkan lafadz sayyidina itu hukumnya lebih utama, dan beliau menyebutkan bagian ini melakukan adab atau etika kepada Nabi. Beliau berpijak bahwa melakukan adab itu hukumnya lebih utama dari pada melakukan perintah (muruatul adab afdholu minal imtitsal) dan ada dua hadits yang menguatkan ini. Yaitu hadits yang menceritakan sahabat Abu Bakar ketika diperintah oleh Rasulullah mengganti tempatnya menjadi imam shalat subuh, dan ia tidak mematuhinya. Abu bakar berkata:

مَا كَانَ لِابْنِ أَبِيْ قُحَافَةَ أَنْ يَتَقَدَّمَ بَيْنَ يَدَيْ رَسُوْلِ اللهِ

Tidak sepantasnya bagi Abu Quhafah (nama lain dari Abu Bakar) untuk maju di depan Rasulullah.

Yang kedua, yaitu hadits yang menceritakan bahwa sahabat Ali tidak mau menghapus nama Rasulullah dari lembara Perjanjian Hudaibiyah. Setelah hal itu diperintahkan Nabi, Ali berkata

لَا أمْحُو إسْمَكَ أَبَدُا

Saya tidak akan menghapus namamu selamanya.

Kedua hadits ini disebutkan dalam kitab Shahih Bukhori dan Muslim.Taqrir (penetapan) yang dilakukan oleh Nabi pada ketidakpatuhan sahabat Abu Bakar dan ali yang dilakukan karena melakukan adab dan tatakrama ini menunjukkan atas keunggulan hal itu.

Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/16126/definisi-dan-keutamaan-membaca-shalawat

Ahad, 9 Pebruari, Bakda Subuh, Di Masjid Nur Hidayah ASABRI Magetan

Setiap pekan ke 2, setelah  subuh secara rutin diadakan kajian, mulai pk.05.00-06.00 di Masjid Jamik Nur Hidayah, ASABRI 1 Magetan, dengan pokok kajian Kitab Minhajul Abidin, karya Imam al-Ghozali

Hasil gambar untuk masjid nur hidayah asabri magetan


Edisi N0: ( 08 ) 9 Pebruari 2019 M/ 15 Jumadil Akhir 1441 H

Mukaddimah Kitab Minhajul Abidin
Petunjuk Cara Ibadah

Sesungguhnya awal mula yang harus disadari oleh seorang abid dalam beribadah dan untuk bergerak menyusuri jalan ibadah sesuai dengan petunjuk Ilahiyah, serta agar mendapatkan taufiq ( Persetujuan hidayah Alloh ) khusus, adalah firman Alloh dalam QS. az-Zumar : 22

Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)?

Juga telah ditunjukkan oleh Nabi SAW dalam sabdanya : sesungguhnya cahaya (Alloh ) apabila telah memasuki hati, akan membuatnya lapang dan terbuka, lalu para sabat bertanya : Wahai rasululloh, apakah yang demikian itu ada tanda-tandanya ?, Rasul menjawab : “ iya, yakni terhindar dari dunia yang penuh tipu daya, dan mendekat ke alam keabadian, dan mempersiapkan kematian sebelum datangnya maut “

Maka jika terdetik dalam hati seorang hamba, pertama kali ( saat ia menyadari ) bahwa aku telah mendapatkan kenikmatan dalam berbagai macam dan jenis, seperti nikmat hidup, kemampuan, akan, lisan dan seluruh nilai kemuliaan hidup serta kenikmatan-kenikmatan yang lainnya, juga nikmat terhindarnya aku dari bencana, mara bahaya dan kehancuran, maka ata nikmat-nikmat itu mestinya aku harus bersyukur dan berkhirmah ( melayani ), karena jika tidak ( mungkin karena lupa dan lalai ) maka nikmat itu akan lenyap dan akan menimpaku kegalauan dan malapetaka, padahal Alloh telah mengutus kepadaku seorang Rasul yang dikuatkan dengan mukjizat yang luar biasa di luar kekuatan dan kemampuan manusia, dan Rasul itu telah menyampaikan kepadaku bahwa aku punya Rabb Yang Agung asma;Nya, Maha Kuasa, Maha Mengetahui, Maha hidup, Maha berkehendak dan Maha berkalam, Dia-lah yang memerintah dan melarang, dan Dia Maha kuasa menyiksaku jika aku bermaksiat ( tidak patuh ), dan Dia akan memberiku ganjaran jika aku patuh, Dia Maha mengetahui rahasia diriku (jiwaku ) dan Maha mengetahui apa yang berputar dalam otakku, Dia telah bernjanji dan menjanjikan, Dia yang memerintahkan aku untuk taat pada hukum syari’atnya, dan Dia yang mampu merubah sesuatu yang mungkin tidak bisa berubah menurut akalku, maka dengan kesadaran demikian, seorang abid menjadi takut pada dirinya sendiri dan dia galau/

Kegalauan yang membisiki hati inilah yang membuat seorang hamba sadar dan menyadari untuk mencari cara mewujudkannya, dan menghindari setiap alasan yang dihembuskan jiwanya, dan ia akan terus mencari pembenaran sehingga terdorong untuk mencari cara pamungkas untuk dapat wushul ( sampai ) sehingga ia menggapai kedamaian/ketentraman dalam hatinya, atau dengan mendengar setiap patuah, dan untuk itulah tak ada jalan lain kecuali dengan mencari dalil ( bukti ) dengan menggunakan akalnya, agar ia mendapatkan ilmul- yaqin, dari hal-hal yang kasat mata, sehingga ia memahami bahwa ia mempunyai Rabb yang membebaninya dengan perintah dan larangan.

Inilah TANJAKAN PERTAMA untuk mendapatkan jalan yang benar dalam ibadah, yakni TANJAKAN ILMU dan MAKRIFAT

Tanjakan ILMU dan MAKRIFAT itu diperlukan agar ia tahu dan paham sehingga ia dapat menggunakannya tanpa catatan, dengan memandang positif dalil-dalil tersebut, lalu dipahami sevara mendalam dan terus belajar, dan selalu bertanya kepada ulama yang merupakan penunjuk jalan, dan cahaya umat, dan pemimpin kaumnya, serta mengambil kemanfaatan dari mereka, juga memohon do’a yang baik kepada mereka, agar ia mendapatkan petunjuk dan pertolongan untuk menggapai taufiq Alloh, lalu dia mencapai ilmu dan yakin terhadap yang ghoib, yakni bahwa dia mempunyai Tuhan yang Esa yang tiada bersyerikat, Dia lah yang menciptakan dirinya serta mencurahkan kenikmatan hidup kepadanya, dan menyadari bahwa Alloh ( Rabb-nya ) telah memerintahkan diriya untuk bersyukur, dan juga memerintahkan dirinya untuk berkhidmah dan taat kepadaNya, lahir dan batin, dan Dia telah memperingatkan tentang kekufuran dan maksiat, dan Dia ( Alloh ) akan memberi pahala jia dia taat, dan memberi sanksi jika tidak taat dan berpaling.

Dengan demikian, akan tumbuh pengetahuan dan keyakinan akan hal-hal yang ghoib, dan mendorong untuk berkhidmah, lalu memulai beribadah kepada Tuannya yang telah memberinya nikmat, dan dia mulai mencari dan menemukan, namun ia tidak tahu bagaimana cara menyembah, dan harus bagaimana menyembah secara lahir dan batin, maka dengan ILMU dan Makrifat inilah dia akan tahu dan mengerti akan semua kegalauan dirinya.

Sekarang jelaslah bahawa ilmu itu permata, yang lebih mulia darpada ibadah, tapi ibadahpun tidak boleh tiada, harus dikerjakan dengan disertai ilmu. Jika demikian, ilmunya itu akan menjadi debu yang berhamburan ditiup angin, sebab ilmu ibarat pohon dan ibadah ibarat buah, yang menjadikan pohon lebih mulia, kerana pohon itu pokok, tapi manfaatnya ialah buahnya. Oleh kerananya maka tak dapat tiada bagi, manusia itu harus mempunyai keduanya, yakni ilmu dan ibadah. Kerana itu berkata Imam Al-Hasanul Basri :"Tuntutlah ilmu, tapi tidak melupakan ibadah, dan kerjakanlah ibadah, tapi tidak boleh lupa pada ilmu".

Oleh kerana itu sudah jelas bahwa manusia itu harus memiliki kedua-duanya (ilmu dan ibadah ), dan yang utama harus didahulukan ialah ilmu, sebab ia pokok dan petunjuk. Bagaimana akan dapat beribadah jika tidak mengetahui cara-caranya

Dan kerana itu bersabda Rasulullah S.A.W. yang bermaksud:
"Ilmu itu Imamnya amal, sedangkan amal makmumnya".

Sebab-sebab yang menjadikan ilmu itu pokok dan harus didahulukan dari ibadah, didasarkan pada dua perkara;

Pertama agar ibadah itu berhasil dan sihat, maka wajib bagimu mengenal dahulu siapa yang harus disembah, setelah itu baru engkau menyembah kepadanya. Bagaimana jadinya, apabila engkau menyembah yang engkau belum kenal dengan AsmaNya dan Sifat-sifat Zat-Nya, dan yang wajib baginyaNya dan yang mustahil pada Sifat-Nya. Sebab terkadang engkau mengiktikadkan sesuatu yang tidak layak bagi-Nya dan Sifat-Nya. Jika demikian, maka ibadahmu itu berhamburan seolah-olah sebagai debu ditiup angin.

Wallohu a’lam bish-showab


( Dari kitab : Minhajul ‘Abidin, ilaa jannati Robbil ‘aalamiin, oleh :Imam al-Ghozali hal. :50-53)




Sabtu, 08 Februari 2020

Kamis, 6 Pebruari 2020 - Musholla al-Hidayah Carikan - Bendo

Sudah hampir selosin aku " menyeru " di sini dan selalu tumbuh antusias pada kami yang hadir, materi malam itu adalah mempersiapkan " rekening akherat "

Gambar mungkin berisi: 1 orang, teks

 

Sang Penyeru