
(1) Keutamaan Majelis Taklim
”Dari Abu Dzar, ia berkata, Rasulullah Saw bersabda, ”Wahai Abu Dzar. Hendaklah engkau pergi, lalu engkau mempelajari satu ayat dari kitab Allah, lebih baik bagimu daripada kamu salat 100 rakaat. Dan hendaklah engkau pergi, lalu engkau mempelajari suatu bab ilmu yang dapat diamalkan ataupun belum dapat diamalkan, adalah lebih baik daripada kamu salat 1.000 rakaat.” (HR Ibnu Majah dengan sanad hasan).
(2) Keutamaan majelis dzikir
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah mempunyai para malaikat yang memiliki keutamaan, mereka selalu berjalan mencari majelis-majelis dzikir. Maka apabila mereka menemukan suatu majelis yang berisi dzikir di dalamnya, mereka lalu duduk bersama mereka, dan mereka saling membentangkan sayap-sayap mereka sehingga memenuhi langit dunia. Apabila majelis itu bubar, mereka naik ke langit, lalu Allah bertanya kepada mereka—sedangkan Allah Maha Mengetahui–, ‘Dari mana kalian?’ Mereka menjawab, ‘Kami datang dari hamba-hamba-Mu di bumi. Mereka bertasbih, bertakbir, bertahlil, bertahmid, dan meminta kepada-Mu.’ Allah berkata, ‘Apa yang mereka minta dari-Ku?’ Mereka menjawab, ‘Mereka meminta surga-Mu.’ Allah berkata, ‘Apakah mereka melihat surga-Ku?’ Mereka menjawab, ‘Tidak, wahai Rabbku.’ Allah berkata, ‘Maka bagaimana seandainya mereka melihat surga-Ku?’
Mereka berkata, ‘Mereka juga meminta perlindungan kepada-Mu.’ Allah berkata, ‘Dari apa mereka meminta perlindungan kepada-Ku?’ Mereka menjawab, ‘Dari neraka-Mu, wahai Rabbku.’ Allah berkata, ‘Apakah mereka melihat neraka-Ku?’ Mereka menjawab, ‘Tidak, wahai Rabbku.’ Allah berkata, ‘Maka bagaimana seandainya mereka melihat neraka-Ku?’
Mereka berkata, ‘Mereka juga meminta ampunan kepada-Mu.’ Allah berkata, ‘Aku telah mengampuni mereka. Aku beri kepada mereka apa yang mereka minta dan Aku beri mereka perlindungan dari apa yang mereka mintai perlindungan kepada-Ku.’
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Kemudian para malaikat itu berkata, ‘Wahai Rabbku, di kalangan mereka ada seorang hamba yang banyak sekali kesalahannya. Ia hanya melewati saja lalu ikut duduk bersama mereka.’ Lalu Allah pun berkata, ‘Aku pun mengampuninya, mereka adalah satu kaum yang tidak akan sengsara orang yang duduk bersama mereka.’ (HR. Muslim)
(3)Keutamaan majlis al-Qur’an
Dari Sa’id bin Sulaim ra, Rasulullah SAW bersabda, “Tiada penolong yang lebih utama derajatnya di sisi Allah pada hari Kiamat daripada Al-Qur’an. Bukan nabi, bukan malaikat dan bukan pula yang lainnya.” (Abdul Malik bin Habib-Syarah Ihya).
Bazzar meriwayatkan dalam kitab La’aali Masnunah bahwa jika seseorang meninggal dunia, ketika orang-orang sibuk dengan kain kafan dan persiapan pengebumian di rumahnya, tiba-tiba seseorang yang sangat tampan berdiri di kepala mayat. Ketika kain kafan mulai dipakaikan, dia berada di antara dada dan kain kafan.
Setelah dikuburkan dan orang-orang mulai meninggalkannya, datanglah dua malaikat. Yaitu Malaikat Munkar dan Nakir yang berusaha memisahkan orang tampan itu dari mayat agar memudahkan tanya jawab.
Tetapi si tampan itu berkata,” Ia adalah sahabat karibku. Dalam keadaan bagaimanapun aku tidak akan meninggalkannya. Jika kalian ditugaskan untuk bertanya kepadanya, lakukanlah pekerjaan kalian. Aku tidak akan berpisah dari orang ini sehingga ia dimasukkan ke dalam syurga.”
Lalu ia berpaling kepada sahabatnya dan berkata,”Aku adalah Alquran yang terkadang kamu baca dengan suara keras dan terkadang dengan suara perlahan. Jangan khawatir setelah menghadapi pertanyaan Munkar dan Nakir ini, engkau tidak akan mengalami kesulitan.”
Setelah para malaikat itu selesai memberi pertanyaan, ia menghamparkan tempat tidur dan permadani sutera yang penuh dengan kasturi dari Mala’il A’la. (Himpunan Fadhilah Amal : 609)
(4) Keutamaan Majelis dan Sholawat
Banyak sekali hadits yang menjelaskan keutamaan membaca shalawat kepada Nabi.
Diantaranya:
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ فِي كِتَابٍ لَمْ تَزَلِ الْمَلَائِكَةُ تَسْنَغْفِرُ لَهُ مَا دَامَ اسْمِي فِي ذَلِكَ الْكِتَابِ
Barangsiapa berdoa (menulis) shalawat kepadaku dalam sebuah buku maka para malaikat selalu memohonkan ampun kepada Allah pada orang itu selama namaku masih tertulis dalam buku itu.
مَنْ سَرَّهُ أنْ يُلْقِى اللهَ وَهُوَ عَلَيْهِ رَاضٍ فَلْيُكْثِرْ مِنَ الصَّلَاةِ عَلَيَّ
Barangsiapa yang ingin merasa bahagia ketika berjumpa dengan Allah dan Allah ridlo kepadanya, maka hendaknya ia banyak membaca shalawat kepadaku (Nabi).
مَا أكْثَرَ مِنَ الصَّلَاةِ عَلَيَّ فِيْ حَيَاتِهِ أَمَرَ اللهُ جَمِيْعَ مَخْلُوْقَاتِهِ أنْ يَسْتَغْقِرُوا لَهُ بَعْدَ مَوْتِهِ
Barangsipa membaca shalawat kepadaku di waktu hidupnya maka Allah memerintahkan semua makhluk-Nya memohonkan maaf kepadanya setelah wafatnya.
مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ ثُمَّ تَقًرَّقُوْا مِنْ غَيْرِ ذِكْرِ اللهِ وَصَلَاةٍ عَلَى النَّبِيِّ إلَّا قَامُوْا عَنْ أنْتَنَ مِنْ حِيْفَةٍ
Mereka yang berkumpul (di suatu majlis) lalu berpisah dengan tanpa dzikir kepada Allah dan membaca shalawat kepada nabi, maka mereka seperti membawa sesuatu yang lebih buruk dari bangkai.
Para ulama sepakat (ittifaq) diperbolehkannya menambahkan lafadz 'sayyidina' yang artinya tuan kita, sebelum lafadz Muhammad. Namun mengenai yang lebih afdhol antara menambahkan lafadz sayyidina dan tidak menambahkannya para ulama berbeda pendapat. Syeikh Ibrahim Al-Bajuri dan Syeik Ibnu Abdis Salam lebih memilih bahwa menambahkan lafadz sayyidina itu hukumnya lebih utama, dan beliau menyebutkan bagian ini melakukan adab atau etika kepada Nabi. Beliau berpijak bahwa melakukan adab itu hukumnya lebih utama dari pada melakukan perintah (muruatul adab afdholu minal imtitsal) dan ada dua hadits yang menguatkan ini. Yaitu hadits yang menceritakan sahabat Abu Bakar ketika diperintah oleh Rasulullah mengganti tempatnya menjadi imam shalat subuh, dan ia tidak mematuhinya. Abu bakar berkata:
مَا كَانَ لِابْنِ أَبِيْ قُحَافَةَ أَنْ يَتَقَدَّمَ بَيْنَ يَدَيْ رَسُوْلِ اللهِ
Tidak sepantasnya bagi Abu Quhafah (nama lain dari Abu Bakar) untuk maju di depan Rasulullah.
Yang kedua, yaitu hadits yang menceritakan bahwa sahabat Ali tidak mau menghapus nama Rasulullah dari lembara Perjanjian Hudaibiyah. Setelah hal itu diperintahkan Nabi, Ali berkata
لَا أمْحُو إسْمَكَ أَبَدُا
Saya tidak akan menghapus namamu selamanya.
Kedua hadits ini disebutkan dalam kitab Shahih Bukhori dan Muslim.Taqrir (penetapan) yang dilakukan oleh Nabi pada ketidakpatuhan sahabat Abu Bakar dan ali yang dilakukan karena melakukan adab dan tatakrama ini menunjukkan atas keunggulan hal itu.
Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/16126/definisi-dan-keutamaan-membaca-shalawat


